1.5.3 Studi Kasus: Checkout Gagal pada E-commerce dan Transaksi Gagal dalam Fintech
Proses checkout pada aplikasi e-commerce maupun transaksi keuangan di aplikasi fintech merupakan dua titik krusial yang sangat menentukan kepuasan dan kepercayaan pengguna. Ketika pengguna mencapai tahap akhir proses pembelian atau pengiriman uang, ekspektasi mereka adalah proses berjalan dengan lancar dan cepat. Sayangnya, banyak sekali kasus di mana bug justru muncul pada tahap ini, menyebabkan pengalaman buruk yang serius, lebih parahnya lagi, berdampak langsung pada aspek finansial pengguna dan reputasi perusahaan.
Di e-commerce, kegagalan checkout bisa terjadi karena berbagai alasan, diantaranya sistem diskon yang salah hitung, kalkulasi ongkos kirim yang tidak sesuai, atau tombol pembayaran yang tidak berfungsi. Sementara di fintech, transaksi bisa gagal akibat masalah integrasi dengan sistem bank, keterlambatan pengiriman kode OTP, atau respons lambat dari server mitra. Meskipun berbeda platform, bug pada tahapan ini memiliki kesamaan, yaitu bersifat kritis, berdampak langsung, dan berisiko tinggi bagi bisnis.
Sering kali, bug seperti ini tidak muncul dalam tahap pengujian internal (staging) karena hanya terjadi di lingkungan produksi yang melibatkan sistem pihak ketiga seperti payment gateway, QRIS, atau layanan bank. Kondisi ini menuntut QA untuk lebih kreatif dalam menyusun simulasi skenario nyata, seperti koneksi lambat, beban sistem tinggi, atau perbedaan waktu sistem antar layanan.
Penyebab Umum Gagalnya Transaksi di E-Commerce dan Fintech
Seorang QA (Quality Assurance) perlu memahami berbagai penyebab kegagalan transaksi, baik dari sisi teknis maupun integrasi sistem, karena dampaknya sangat nyata terhadap kelancaran bisnis dan kepuasan pengguna.
1. 1. Penyebab Gagal Checkout di E-commerce:
● Kesalahan penghitungan harga karena bug pada fitur diskon atau promosi.
● Sesi pengguna kadaluarsa saat checkout berlangsung.
● Ketidaksesuaian antara stok yang tampil di UI dan sistem saat eksekusi checkout.
● Integrasi yang tidak stabil dengan payment gateway atau ekspedisi.
● Masalah cache yang menampilkan data lama kepada pengguna.
● Waktu tunggu (timeout) terlalu pendek saat menunggu respons dari sistem bank.
● Bug pada sistem validasi OTP, misalnya kode tidak terkirim atau sudah kadaluarsa saat diterima.
● Ketidaksesuaian data saldo, antara tampilan yang dilihat pengguna dan data aktual di server.
● Kegagalan dalam pencatatan log transaksi, sehingga status transaksi menjadi tidak jelas.
● Penanganan error yang tidak informatif, sehingga pengguna tidak tahu mengapa transaksi gagal.
Dampak Dari Kegagalan Transaksi
Kegagalan transaksi memberikan dampak langsung pada pengalaman pengguna. Mereka bisa merasa frustasi karena tidak mengetahui apakah transaksi berhasil atau gagal. Akibatnya, banyak dari mereka melaporkan keluhan ke customer service, yang harus segera ditindaklanjuti. Di sisi lain, perusahaan juga harus mengeluarkan biaya kompensasi, mengatur pengembalian dana, dan menanggung kerugian pendapatan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memicu meningkatnya tingkat churn karena hilangnya kepercayaan terhadap aplikasi.
Dampak tersebut tidak hanya berhenti di sisi operasional, tetapi juga menyentuh aspek reputasi. Pengguna yang kecewa kerap menyuarakan keluhan mereka secara publik, terutama di media sosial. Dalam waktu singkat, isu ini bisa viral dan merusak reputasi perusahaan secara luas. Kepercayaan yang sudah dibangun dengan susah payah pun bisa runtuh akibat pengalaman negatif yang dirasakan pengguna.
Untuk itu, peran QA sangat penting dalam mencegah kegagalan transaksi. QA tidak hanya bertugas memastikan bahwa tombol "Bayar" dapat diklik, tetapi juga memverifikasi bahwa seluruh alur transaksi berjalan aman, stabil, dan tangguh terhadap gangguan dari sistem eksternal. QA juga perlu mendorong penerapan sistem logging dan alerting, agar jika terjadi bug, tim dapat segera mendeteksi dan menangani masalah sebelum berdampak pada pengguna.
Studi Kasus: Checkout Gagal di E-commerce dan Transaksi Gagal di Fintech
1. Kasus 1 [E-commerce]: Shopee Mengalami Error Saat Checkout (Maret 2022)
Pada tanggal 22 Maret 2022, aplikasi Shopee Indonesia mengalami gangguan besar yang mempengaruhi sejumlah fitur utama. Salah satu isu yang paling banyak dikeluhkan oleh pengguna adalah gagalnya proses checkout secara massal, terutama pada saat jam-jam sibuk. Selain itu, banyak pengguna yang mengalami logout otomatis, tidak bisa login kembali, bahkan tidak dapat mengakses riwayat pesanan atau halaman utama aplikasi.
Keluhan muncul di berbagai media sosial dan forum seperti Twitter dan Facebook. Banyak pengguna merasa frustasi karena tidak bisa menyelesaikan pembelian, bahkan sekadar membuka aplikasi pun gagal. Gangguan ini berlangsung selama beberapa jam dan berdampak langsung pada penurunan aktivitas belanja di platform.
Dari sudut pandang Quality Assurance (QA), masalah ini kemungkinan disebabkan oleh kombinas bug sistem backend, masalah skalabilitas server, dan kurangnya validasi stabilitas sesi pengguna. Beberapa kemungkinan teknis yang bisa dianalisis lebih dalam antara lain:
● Session Handling Error
Logout otomatis dan tidak bisa login kembali menunjukkan adanya masalah pada sistem autentikasi pengguna. Peristiwa ini bisa terjadi kemungkinan karena token sesi yang kedaluwarsa, rusak, atau gagal tersimpan akibat server overload.
● Failure in Checkout Endpoint
Error saat checkout menunjukkan kemungkinan adanya layanan pendukung yang gagal, seperti layanan keranjang (cart service), inventory, atau payment gateway yang tidak merespon dengan baik saat diakses.
● Deployment Bug atau Infrastruktur Down
Apabila error ini muncul sesaat setelah deploy, kemungkinan besar bug baru dilewatkan dari proses QA atau tidak terdeteksi di staging environment. Jika disebabkan oleh gangguan server (misalnya overload), maka monitoring dan simulasi stress testing mungkin belum optimal.
● Client-Side Degradation
Jika pengguna hanya logout dari aplikasi tapi tidak dari web, kemungkinan besar terdapat bug spesifik di mobile SDK atau update aplikasi.
Dampak bagi pengguna dan bisnis:
● Frustasi dan kehilangan kepercayaan: Saat pengguna tidak dapat menyelesaikan pembelian, terutama di momen promo, mereka merasa tidak dihargai.
● Potensi churn: Pengguna bisa beralih ke platform pesaing, seperti Tokopedia, Lazada, atau TikTok Shop yang tetap stabil saat itu.
● Beban Customer Service meningkat: CS kemungkinan menerima lonjakan laporan keluhan terkait login, transaksi tertahan, atau pembayaran yang gagal diproses.
● Gangguan pada mitra penjual: Seller pun dirugikan karena pesanan tidak masuk atau pembeli membatalkan transaksinya.
Langkah pencegahan yang bisa dilakukan oleh QA dan tim teknis:
● Simulasi Load & Recovery
○ Melakukan load test dan simulasi kegagalan untuk login & checkout services.
○ Menyusun skenario chaos test untuk memastikan ketahanan sistem terhadap gangguan.
● Session Management Validation
○ Pengujian konsistensi login/logout pada berbagai device dan koneksi jaringan (terputus, lambat, VPN).
○ Monitoring token/session expiry dan mekanisme auto-renewal.
● Pre-deployment Validation
○ Membuat automated tests untuk semua endpoint checkout & autentikasi.
○ Pastikan environment staging mereplikasi kondisi produksi (jumlah pengguna, traffic nyata, dependency nyata).
● User-facing Error Feedback
○ Saat terjadi gangguan, tampilkan pesan yang lebih informatif dan ramah kepada pengguna.
○ Hindari error generik seperti “Maaf, terjadi kesalahan.” tanpa solusi alternatif.
2. Kasus 2 [Fintech]: ShopeePay - Transaksi QRIS Berhasil tapi Dana Tidak Masuk ke Merchant
Pada bulan Agustus 2022, salah satu pengguna layanan ShopeePay melaporkan masalah yang cukup serius melalui portal Mediakonsumen.com. Ia melakukan transaksi QRIS di merchant menggunakan ShopeePay sebanyak 4 kali, dan seluruh transaksi terekam sebagai “berhasil” di aplikasi pengguna.
Namun, yang menjadi kejanggalan utama adalah merchant tidak menerima dana satu pun dari keempat transaksi tersebut. Padahal dalam kondisi normal, setelah pembayaran QRIS berhasil, dana akan otomatis masuk ke rekening penampungan merchant (baik virtual account milik mitra QRIS atau akun e-money). Dalam kasus ini, dana seolah “menghilang di tengah jalan.”
Pengguna sudah menghubungi customer service ShopeePay, tetapi hanya diberikan estimasi penanganan 7-18 hari kerja, yang justru menambah rasa kecewa karena nominal transaksi cukup besar dan kasusnya terjadi berulang.
Kasus seperti ini tidak bisa dianggap sebagai error minor. Ini menyangkut transaksi keuangan dan kepercayaan publik. Secara teknis, kemungkinan besar permasalahan terjadi di proses settlement atau callback dari payment processor.
Kemungkinan penyebab dari sisi QA dan Backend
● Callback Timeout / Gagal Diterima
Setelah transaksi dilakukan via QRIS, sistem akan menerima notifikasi (callback) dari payment gateway bahwa transaksi berhasil. Jika callback ini gagal dikirim atau diterima, aplikasi tetap bisa mencatat transaksi sebagai “sukses” (jika hanya mengandalkan respons awal) tanpa validasi backend.
● Desinkronisasi Antara Frontend & Backend
Frontend ShopeePay mencatat status “Berhasil” berdasarkan response sementara, bukan status konfirmasi backend yang telah melalui proses settlement. Hal ini menimbulkan false positive transaction status atau tampilan sukses padahal dana belum sampai ke merchant.
● Kesalahan Integrasi Mitra Acquirer
Transaksi QRIS melibatkan banyak pihak, yaitu pengguna → ShopeePay → mitra acquirer (misalnya DANA, BNI, Maybank) → merchant. Jika salah satu dari integrasi tersebut (misalnya dengan mitra acquirer) mengalami gangguan, maka dana bisa tertahan di tengah proses.
Dampak dari insiden ini:
● Kepercayaan Pengguna Turun: Pengguna yang merasa sudah membayar akan sangat kecewa jika dana “hilang” tanpa kejelasan.
● Kerugian Merchant: Merchant berpotensi mengalami kerugian langsung karena barang/jasa sudah diberikan namun dana belum diterima.
● Peningkatan Tiket Komplain & CS Load: Customer service dibanjiri keluhan dan laporan, menyebabkan beban operasional naik drastis.
● Potensi Investigasi Regulator: Jika skala insiden besar, bisa menarik perhatian regulator seperti Bank Indonesia atau OJK karena berkaitan dengan sistem pembayaran nasional (QRIS).
● Reputasi Brand Tercoreng: Terutama jika kasus viral di media sosial atau forum publik seperti Kompasiana, Twitter, Reddit, dan Mediakonsumen.
Langkah yang bisa dilakukan oleh QA dan tim teknis:
● Implementasi Transaction State Validation
Jangan tampilkan status “Berhasil” ke pengguna sebelum backend memverifikasi dana sudah diterima merchant (double confirmation dari settlement log).
● Pengujian End-to-End QRIS Flow
QA perlu menyusun skenario uji yang mencakup berbagai skenario edge-case:
○ Callback timeout
○ Koneksi gagal ke acquirer
○ Dana sukses namun merchant tidak terdaftar
○ Transaksi dicatat tapi tidak disalurkan
● Retry Mechanism untuk Callback
Sistem harus bisa mengirim ulang callback jika gagal, dan memberikan notifikasi jika sudah terlalu lama tidak berhasil.
● Monitoring Status Transaksi Secara Realtime
Membangun sistem visualisasi status per transaksi, mulai dari inisiasi, konfirmasi, settlement, delivered ke merchant. QA juga dapat menggunakannya untuk debugging dan peringatan otomatis.
● Customer-Facing Transparency
Menampilkan status yang jelas dan rinci kepada merchant dan pengguna, misalnya “Menunggu verifikasi mitra acquirer,” atau “Pending settlement,”, bukan hanya “berhasil” atau “gagal”.