Subtopik 1.2.2 QA dalam SDLC: Keterlibatan QA di Agile dan Waterfall   

Keterlibatan QA dalam SDLC Berbasis Agile

Gambar 1.2.3 Model Agile

Pendekatan Agile mengubah pola kerja tim pengembangan perangkat lunak menjadi lebih adaptif, responsif, dan kolaboratif. Dalam konteks ini, peran QA bukan hanya terbatas pada pengujian di akhir, tetapi menjadi bagian integral dari siklus hidup produk. QA membantu memastikan aplikasi berfungsi sesuai kebutuhan pengguna dan bebas dari kesalahan sejak tahap awal.

Walaupun Agile berfokus pada kecepatan, kontrol kualitas tetap menjadi bagian penting. QA bertugas menjaga agar kualitas yang dihasilkan tetap sejalan dengan tujuan bisnis, bukan hanya memenuhi aspek teknis. Proses QA dalam Agile mencakup pengujian berkelanjutan (continuous testing) dan kerja sama lintas fungsi. QA melakukan pengujian secara paralel dengan proses pengembangan kode agar kesalahan dapat ditemukan dan diperbaiki sedini mungkin. Penggunaan otomatisasi pengujian juga dioptimalkan untuk efisiensi waktu.

QA dalam Agile membantu memastikan bahwa:

      Aplikasi tidak hanya berjalan secara teknis, tetapi juga sesuai ekspektasi pengguna akhir.

      Bug dan potensi kerusakan dapat ditemukan sejak awal sebelum berkembang menjadi risiko besar di tahap akhir.

Peran QA dalam Proyek Agile:

  1. Keterlibatan Sejak Perencanaan Sprint:
    Dalam siklus sprint berdurasi dua hingga empat minggu, QA sudah mulai terlibat sebelum proses pengembangan dimulai. QA ikut serta dalam merumuskan user story, menetapkan acceptance criteria, serta menyusun skenario pengujian. Hal ini menjadikan alur kerja lebih terarah dan efisien.
  2. Kolaborasi Lintas Tim:
    Agile menekankan pentingnya kolaborasi antar fungsi. QA bekerja sama dengan pengembang, product owner, dan pemangku kepentingan lainnya dalam diskusi harian dan perencanaan. Komunikasi yang terbuka memungkinkan tim untuk cepat menyesuaikan perubahan atau umpan balik.
  3. Validasi terhadap Definition of Done (DoD):
    QA memastikan bahwa setiap fitur yang selesai dikerjakan memenuhi semua kriteria DoD. Hal ini mencakup verifikasi terhadap acceptance criteria, fungsi utama, dan standar kualitas yang telah ditetapkan sebelumnya.
  4. Pelaksanaan Acceptance Testing:
    QA menyusun dan menjalankan pengujian penerimaan untuk mengevaluasi apakah fitur yang dikembangkan telah memenuhi kebutuhan pasar dan harapan pengguna. Umpan balik dari pengguna dimanfaatkan untuk iterasi lanjutan secara cepat.
  5. Kepemilikan terhadap Kualitas:
    QA tidak hanya fokus pada kualitas kode, tetapi juga memegang tanggung jawab terhadap kualitas produk secara menyeluruh. Hal ini meliputi pemeliharaan transparansi, komunikasi terbuka, dan penerapan budaya kepemilikan (ownership) terhadap hasil kerja.

Pendekatan Agile menuntut peran QA yang lebih dinamis dan kolaboratif. QA tidak lagi hanya berfungsi sebagai penguji di akhir proses, melainkan sebagai mitra strategis dalam setiap tahap pengembangan. Oleh karena itu, QA perlu memiliki keseimbangan antara kemampuan analitis, teknis, dan komunikasi yang baik.

Dalam lingkungan Agile yang iteratif dan adaptif, perubahan kebutuhan dapat terjadi sewaktu-waktu. Ketika terjadi perubahan pada spesifikasi atau prioritas produk, QA diharapkan mampu menyesuaikan test plan dan skenario pengujian secara cepat tanpa mengganggu ritme pengembangan dalam sprint yang sedang berlangsung.

QA juga memiliki tanggung jawab untuk membentuk feedback loop yang cepat dan efektif antara tim pengembang, pemilik produk, dan pengguna. Kolaborasi yang erat ini membantu memastikan bahwa kualitas bukan hanya tanggung jawab individu tertentu, melainkan menjadi milik bersama seluruh tim.

Di samping itu, QA dalam Agile berperan dalam mengelola risiko teknis, terutama pada saat terjadi perubahan besar seperti penyusunan ulang arsitektur perangkat lunak (refactoring) atau penambahan fitur inti. Dalam konteks ini, QA perlu memahami struktur sistem dan hubungan antar modul agar dapat menentukan prioritas dalam pengujian regresi serta mengantisipasi potensi dampak tersembunyi dari perubahan tersebut.

 

Keterlibatan QA dalam SDLC Model Waterfall


Gambar 1.2.4 Model Waterfall

Model Waterfall merupakan pendekatan tradisional dalam pengembangan perangkat lunak yang bersifat linier dan sistematis. Setiap tahap dilakukan secara berurutan dan harus diselesaikan sepenuhnya sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya. Dalam konteks ini, QA memegang peran penting untuk memastikan proses pengembangan berlangsung sesuai standar kualitas dan kebutuhan pengguna.

Peran QA dalam Model Waterfall:

  1. Keterlibatan Sejak Tahap Awal:
    Meskipun secara konvensional QA baru dilibatkan pada tahap pengujian, pendekatan yang lebih mutakhir menempatkan QA sejak awal proyek. QA meninjau dokumen kebutuhan untuk memastikan konsistensi, kejelasan, dan kelengkapan agar kesalahan dapat dicegah sejak dini.
  2. Pemantauan Proses secara Menyeluruh:
    QA tidak hanya fokus pada hasil akhir, tetapi juga mengawasi pelaksanaan setiap tahapan mulai dari analisis kebutuhan, desain, implementasi, hingga pengujian. QA memastikan bahwa setiap proses mengikuti standar mutu yang berlaku.
  3. Evaluasi Dokumentasi dan Standar:
    Dokumentasi menjadi elemen sentral dalam model Waterfall. QA bertugas menelaah kelengkapan dan kualitas dokumen, seperti:

      Spesifikasi kebutuhan sistem (SRS)

      Desain sistem perangkat lunak (SDS)

      Rencana pengujian (Test Plan)

      Laporan evaluasi mutu

  1. Semua dokumen harus memenuhi standar kualitas dan menjadi acuan yang sah dalam proses selanjutnya.
  2. Pelaksanaan Verifikasi dan Validasi:
    Setelah tahap implementasi selesai, QA bertanggung jawab untuk memastikan perangkat lunak:

      Telah dibangun sesuai spesifikasi teknis (verifikasi)

      Memenuhi kebutuhan pengguna akhir (validasi)

  1. QA mengelola dan melaksanakan berbagai jenis pengujian seperti:

      Unit testing untuk menguji modul secara terpisah

      Integration testing untuk menguji interaksi antar modul

      System testing untuk memverifikasi keseluruhan sistem

      Acceptance testing untuk memastikan kelayakan sistem digunakan oleh pengguna

  1. Penyusunan Laporan Evaluasi Mutu:
     Setelah semua pengujian selesai, QA menyusun laporan yang berisi hasil pengujian setiap fitur, status pemenuhan kebutuhan pengguna, serta catatan risiko yang mungkin terjadi. Laporan ini menjadi rujukan penting dalam menentukan apakah produk siap dirilis ke pengguna akhir.

Dalam pendekatan Waterfall yang bersifat sekuensial, peran QA lebih terstruktur dan formal. QA bertindak sebagai pengawas mutu yang memastikan bahwa setiap tahap pengembangan telah memenuhi standar sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya. Karena pendekatan ini tidak memberikan ruang untuk perubahan besar di tengah proses, QA harus mampu melakukan analisis risiko sejak awal dan menerapkan strategi pengujian berbasis risiko (risk-based testing) secara efektif.

Struktur kerja QA dalam model Waterfall biasanya lebih birokratis karena mengacu pada tahapan yang ketat dan dokumentasi resmi. QA perlu mengikuti prosedur standar perusahaan, maupun standar eksternal seperti ISO, CMMI, atau Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.

Pengujian dalam Waterfall lebih menekankan pada formalitas dan pelaporan. Setiap jenis pengujian, baik unit testing, integration testing, system testing, maupun acceptance testing, harus disertai dengan dokumen yang lengkap dan terstruktur. Hal ini mencakup rencana pengujian, checklist, log hasil pengujian, serta laporan evaluasi kualitas yang dapat digunakan sebagai bahan audit atau pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan.

Studi Kasus dan Penjelasan Lanjutan

Dalam konteks pengembangan perangkat lunak modern, peran QA (Quality Assurance) terus berkembang menyesuaikan dengan metode pengembangan yang digunakan, baik dalam model Agile yang iteratif maupun Waterfall yang sekuensial. Berikut dua ilustrasi nyata untuk menunjukkan penerapan QA dalam kedua pendekatan tersebut:

QA dalam Agile: Studi Kasus E-Commerce

Sebuah perusahaan e-commerce nasional menerapkan metode Agile dengan siklus sprint dua mingguan dan rilis fitur secara berkala. Pendekatan ini memungkinkan kecepatan inovasi, tetapi menghadirkan tantangan berupa meningkatnya risiko bug regresi, yang dapat mengganggu pengalaman pengguna dan mempengaruhi performa bisnis, terutama dalam proses checkout atau promosi.

Untuk menjawab tantangan tersebut, tim QA mengintegrasikan regression testing ke dalam setiap siklus sprint, alih-alih menundanya hingga menjelang peluncuran fitur. Pendekatan ini menjadikan proses pengujian sebagai bagian dari aktivitas harian pengembangan perangkat lunak.

Strategi QA dan Praktik Terbaik:

  1. Perencanaan dan Prioritisasi di Awal Sprint
    QA dilibatkan sejak sesi sprint planning, untuk mengidentifikasi user story, menentukan skenario pengujian, serta mengklasifikasikan prioritas pengujian berdasarkan risiko. Fokus utama diarahkan pada fitur-fitur vital yang dapat menimbulkan dampak signifikan jika terganggu.
  2. Perancangan Test Case Strategis dan Pairwise Testing
    Tim QA menggunakan teknik pairwise testing dan experience-based testing untuk menangani kompleksitas kombinasi data, seperti filter produk berdasarkan ukuran, warna, atau perangkat. Pendekatan ini memungkinkan cakupan pengujian yang luas dengan waktu dan sumber daya yang efisien.
  3. Manajemen Data Uji yang Representatif
    Dataset pengujian dikembangkan untuk merepresentasikan kondisi nyata, mencakup variasi lokasi pengguna, kondisi stok produk, dan situasi promo. Tujuannya adalah menciptakan simulasi pengguna yang realistis agar pengujian menghasilkan temuan yang relevan.
  4. Siklus Uji Cepat dan Umpan Balik Dini
    Dengan pengujian yang berlangsung paralel dengan pengembangan, umpan balik terhadap bug dapat diberikan lebih awal. Hal ini membantu tim pengembang memperbaiki kesalahan secara real-time, mempercepat proses rilis, dan menjaga kualitas produk tetap konsisten.

Hasil dan Dampak Praktis:

      Deteksi bug regresi terjadi lebih awal pada fitur-fitur kritikal.

      Efisiensi pengujian meningkat melalui pemanfaatan metode pairwise testing dan manajemen data yang terencana.

      Stabilitas rilis meningkat, pengalaman pengguna membaik, serta citra merek tetap terjaga.

QA dalam Waterfall: Studi Kasus Sistem Informasi Eksekutif

Dalam proyek pengembangan Sistem Informasi Eksekutif untuk data kependudukan, metode Waterfall digunakan dengan tahapan berurutan mulai dari komunikasi kebutuhan, perencanaan, pemodelan, konstruksi, hingga deployment. Dalam proyek ini, QA berperan penting dalam menjaga akurasi data dan efektivitas penyajian informasi visual yang digunakan dalam pengambilan keputusan publik.

Tahapan QA dalam Waterfall:

  1. Verifikasi Kebutuhan dan Perencanaan
    QA memastikan bahwa kebutuhan pengguna telah dikumpulkan secara menyeluruh dan terdokumentasi dengan jelas. QA mengevaluasi jenis data yang diperlukan, format laporan, dan harapan visualisasi yang akan digunakan dalam dashboard.
  2. Peninjauan Desain Sistem Secara Ketat
     QA memverifikasi diagram sistem, rancangan basis data, dan alur pemrosesan data, untuk memastikan bahwa informasi yang ditampilkan sesuai dengan struktur yang direncanakan. Hal ini krusial agar data demografi dapat ditampilkan akurat dan dapat ditelusuri (drill-down).
  3. Penyusunan Rencana dan Kasus Uji
     QA menyusun rencana pengujian untuk memvalidasi tampilan jumlah penduduk, kemampuan melihat data tingkat kecamatan, dan konsistensi antarmuka. Dengan perencanaan ini, potensi kesalahan visual atau perhitungan dapat diidentifikasi lebih awal.
  4. Pengujian Terstruktur setelah Konstruksi
     Setelah modul dikembangkan, QA melaksanakan pengujian secara bertahap:

      Unit and integration testing: memeriksa akurasi pemrosesan data dari backend ke tampilan antarmuka.

      System testing: menguji alur sistem dari login hingga output dashboard.

      Acceptance testing: melibatkan pengguna eksekutif untuk mengevaluasi apakah sistem benar-benar menjawab kebutuhan mereka.

  1. Evaluasi dan Dokumentasi Hasil
     Setelah pengujian selesai, QA menyusun laporan evaluasi kualitas produk, berisi temuan, tindakan korektif, dan rekomendasi. QA juga memastikan sistem tetap berjalan optimal saat data diperbarui di fase pemeliharaan.

Mengapa QA Krusial dalam Sistem Informasi Kependudukan:

      Integritas data: Keputusan publik bergantung pada keakuratan informasi.

      Dokumentasi lengkap: Model Waterfall menuntut kejelasan dan konsistensi dokumentasi di setiap tahap.

      Pencegahan kesalahan visualisasi: QA memastikan semua grafik dan tabel menampilkan data yang tepat, tanpa kekeliruan atau kekosongan.

Last modified: Wednesday, 20 August 2025, 11:01 AM